Pukul lima sore itu, sejumlah waria mendatangi sebuah rumah. Bercat kuning, berhias dinding keramik warna gelap, plang bertuliskan Pondok Pesantren Khusus Waria: Senin-Kamis menggantung di samping pintu utama.
Tepat di belakang mulut gang Kampung Notoyudan, Gedong Tengen, Yogyakarta, pesantren itu berdiri. Tak seperti pondok pesantren umumnya yang lengkap dengan masjid, aula maupun kamar. Ini hanya rumah kontrakan biasa. Bahkan, ruang depan rumah difungsikan sebagai salon.
Di belakang salon ada ruang utama berukuran sekitar 6 x 2,5 meter yang difungsikan sebagai tempat kegiatan para santri. Di sudut barat terpasang gambar Ka’bah yang dibingkai rapi. Di sebelah selatan ada dua kaligrafi yang bertuliskan Allah dan Muhammad.
Selain itu, di sisi belakang ruang utama itu dipasang whiteboard yang masih terlihat coretan tulisan arab sisa materi pengajian yang dilakukan pekan lalu. Di ruang inilah semua kegiatan para santri berlangsung. Mulai buka bersama, salat berjamaah, tadarus, pengajian hingga belajar mengaji.